Lahan Gambut
Menurut Peraturan Menteri Pertanian Nomor 14 Tahun 2009 tentang Pedoman Pemanfaatan Lahan Gambut Untuk Budidaya Kelapa Sawit (Permentan), gambut merupakan tanah hasil akumulasi timbunan bahan organik dengan komposisi lebih dari 65% (enam puluh lima prosen) yang terbentuk secara alami dalam jangka waktu ratusan tahun dari lapukan vegetasi yang tumbuh di atasnya yang terhambat proses dekomposisinya karena suasana anaerob dan basah.
Sebagai sebuah ekosistem lahan basah, gambut memiliki sifat yang unik dibandingkan dengan ekosistem-ekosistem lainnya. Sifat unik gambut dapat dilihat dari sifat kimia dan fisiknya. Sifat kimia gambut lebih merujuk pada kondisi kesuburannya yang bervariasi, tetapi secara umum ia memiliki kesuburan rendah. Sedangkan sifat fisik gambut yang unik dan perlu dipahami antara lain menyangkut kematangan, warna, berat jenis, porositas (daya serap), kering tak balik (gambut yang sudah mengalami kekeringan ekstrim, akan sulit menyerap kembali), subsidensi (ambelas), dan mudah terbakar.
Luasan lahan gambut di dunia adalah sekitar 424 juta ha (Kalmari, 1982) dan sekitar 38 juta ha terdapat di wilayah tropis (Friends of the Earth, 1983). Sebagian besar lahan gambut di wilayah tropis terdapat di Indonesia yaitu seluas 20,10 juta ha (Vijarnsorn,1996). Di Indonesia, mayoritas lahan gambut ditemukan di luar P. Jawa dengan luasan sekitar 6,45% dari luas lahan gambut di dunia (Neue et al., 1997) . Sebagai catatan, terdapat berbagai laporan yang bervariasi mengenai luasan gambut di Indonesia karena hingga kini data luas lahan gambut di Indonesia belum dibakukan, karena itu data luasan yang dapat digunakan masih dalam kisaran 13,5 – 26,5 juta ha (rata-rata 20 juta ha) .
Lahan gambut memiliki berbagai manfaat, antara lain:
• Pemanfaatan langsung. Gambut merupakan penghasil sumber daya kayu dan non kayu (ikan) sehingga dapat menjadi sumber pencaharian bagi masyarakat sekitar dan sebagai sarana transportasi.
• Penopang fungsi dan struktur ekosistem. Pengaturan Hidrologi. Gambut berfungsi sebagai daerah penangkap air sehingga merupakan salah satu sumber air yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan manusia. Selain itu, gambut juga berfungsi sebagai stabilisasi Iklim. Hutan rawa gambut yang sehat mampu secara aktif mengakumulasi karbon dan menyimpan karbon dalam jumlah yang besar, sehingga kemudian dapat mengurangi pengaruh gas rumah kaca. Selain itu, kerusakan yang terjadi pada lahan gambut dapat menyebabkan kebakaran hutan yang menyebabkan timbulnya emisi karbon yang sangat besar (mencapai 13-40% dari rata-rata emisi karbon global tahunan yang berasal dari bahan bakar fosil).
• Keanekaragaman Hayati. Ekosistem gambut merupakan habitat bagi flora dan fauna, seperti ikan, burung, serta pohon Ramin dan Meranti yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi.
• Sebagai sarana pendidikan dan penelitian. Keunikan dan keanekaragaman hayati yang dimiliki oleh lahan gambut merupakan subyek yang menarik untuk diteliti dari berbagai disiplin ilmu. Contohnya, Lahan basah, khususnya lahan gambut, merupakan gudang penyimpan informasi, sangat berguna tentang lingkungan purba (paleoenvironmet) berkenaan dengan ragam vegetasi, keadaan iklim, lingkungan pengendapan, dan pembentukan gambut sendiri (dimodifikasi dari Dugan, 1990; dan Page, 1995).