Kliping Berita – Kasus Tenaga Kerja Indonesia Yang Dipancung – Pemerintah Dimana!

Eksekusi Mati Ruyati
Patrialis: Kenapa Pemerintah yang Disalahkan?
Ary Wibowo | Inggried | Senin, 20 Juni 2011

JAKARTA, KOMPAS.com – Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar menegaskan bahwa pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada pada sidang ke-100 ILO di Swiss, yang menyatakan mekanisme perlindungan buruh migran di luar negeri sudah berjalan, sudah tepat. Ia menyampaikan hal tersebut merespons tanggapan sejumlah kalangan yang menimpakan kesalahan atas eksekusi mati tenaga kerja wanita (TKW) Indonesia, Ruyati binti Sapudi di Arab Saudi, merupakan kesalahan pemerintahan SBY.

“Jadi, komentar Bapak Presiden di sidang ILO itu sudah sangat tepat. Karena memang pemerintah punya concern sepenuhnya untuk memberikan perlindungan. Tetapi kan, yang perlu kita cermati pemerintah itu tentu tidak bisa menjamin perilaku orang per orang warganya di luar negeri sana. Jadi, kalau orang berbuat salah di luar negeri, masak pemerintah yang disalahkan,” ujar Patrialis kepada wartawan di Gedung Kementrian Hukum dan HAM, Jakarta, Senin (20/6/2011).

Patrialis menuturkan, berbagai upaya perlindungan yang sudah dilakukan pemerintah terhadap TKI, salah satunya dengan terus melakukan komunikasi dengan pemerintahan dimana para tenaga kerja itu berada. Selain itu, pemerintah saat ini juga mengupayakan untuk lebih intensif dalam membicarakan mengenai ekseskusi hukuman mati kepada negara-negara yang sering menjadi tujuan para TKI.

“Eksekusi yang berkaitan dengan hukuman mati akan terus kita bicarakan lagi, dan paling tidak sebelum eksekusi mereka memberitahukan kepada kita. Janji Arab Saudi untuk membebaskan warga negara kita juga kan sudah terbukti. Dulu mereka sempat membebaskan sebagian 70 orang warga negara kita disana, saya pun turut hadir waktu itu. Dan itu kan artinya perlindungan itu sudah jelas,” terangnya.

Ditambahkan Patrialis, mengenai hukuman mati, sudah menjadi mekanisme dari sistem hukum yang berlaku di Arab Saudi. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia, tidak dapat mencampuri mekanisme hukum yang berlaku di negara tersebut. Menurutnya, Indonesia hanya dapat melakukan diplomasi jika warga negaranya tersangkut kasus hukum disana.

“Jadi, mohon kasus ini jangan terlalu banyak “digoreng”. “Digoreng” dalam arti, bahwa keputusan itu memang berbeda, dan pemerintah juga tidak bisa disalahkan. Kita akan terus berusaha yang terbaik bagi warga negara kita yang bekerja disana,” tukasnya.

Ruyati Dipancung Bukti Kelemahan Pemerintah
Penulis : Amahl Sharif Azwar
Minggu, 19 Juni 2011 16:37 WIB

AKARTA–MICOM: Ruyati, tenaga kerja wanita asal Indonesia yang dipancung pada 18 Juni 2011 di Arab Saudi kembali menggambarkan kompleksitas persoalan tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri.

Menurut Ketua Komisi I DPR RI yang membidangi luar negeri, Mahfudz Siddiq, kelemahan bukan hanya terletak pada diplomasi RI melainkan lemahnya penempatan TKI dari sisi hulu.

“Kasus ini nyaris tidak menjadi wacana dan agenda. Sehingga, seperti terabaikan,” ujar Mahfudz dalam pesan singkat yang diterima Media Indonesia, Minggu (19/6).

Mahfudz mengakui dari sisi diplomasi dan perlindungan WNI, masih ada carut marut dari sisi Kementerian Luar Negeri. Meski begitu, ia menekankan kelemahan dari sistem rekruitmen dan penempatan TKI dari dalam negeri tidak bisa dipandang sebelah mata. Untuk itu, Dewan mendesak evaluasi dari sisi Kemenlu., Kementerian Tenaga kerja dan Transmigrasi, dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI).

Secara pribadi, Mahfudz mendesak penghentian pengiriman TKW/TKI sektor informal selama Pemerintah belum tuntas membenahi tata rekruitmen, pengiriman, dan perlindungan para WNI. Ia juga mempertanyakan kenapa Arab Saudi dan Malaysia sebagai dua negara yang paling sering bermasalah di bidang tenaga kerja belum mau membuat nota kesepahaman.

“Saudi dan Malaysia sampai sekarang tetap tidak mau membuat memorandum of understanding antar-pemerintah. Masih banyak peluang untuk tki sektor formal,” tegas dia.

Sebelumnya diberitakan, Indonesia kembali dikagetkan dengan berita dari Arab Saudi. Salah satu TKW asal Bekasi, Ruyati Binti Saboti, 54, dikabarkan telah dihukum pancung. Pihak Kemenlu RI sendiri berjanji akan segera memanggil Duta Besar Arab Saudi di Jakarta tentang sikap Pemerintah.

Pada keterangan yang diterima Media Indonesia, Kemenlu RI mengaku telah menjalin komunikasi yang intensif dengan pihak keluarga untuk menjelaskan permasalahan hukum yang dihadapi Ruyati dan langkah-langkah yang telah dilakukan Perwakilan RI untuk membantu proses hukum, baik di pengadilan maupun untuk mengupayakan pengampunan dari ahli waris korban.(SZ/X-12)

Keluarga Ruyati Sesalkan Minimnya Peran Pemerintah
Minggu, 19 Juni 2011 20:33 WIB

CIKARANG–MICOM: Keluarga almarhumah Ruyati binti Satubi, 54, menilai eksekusi hukuman pancung oleh pemerintah Arab Saudi, pada Sabtu (18/6), tidak sepatutnya terjadi bila vonis direspon advokasi Pemerintah Indonesia.

Hal itu diungkapkan salah satu anak kandung almarhumah, Evi (32), di rumah duka Jalan Raya Sukatani, Kampung Serengseng Jaya, RT01 RW03, Desa Sukadarma, Kecamatan Sukatani, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Minggu (19/6).

“Sebelum kasus itu terjadi, majikan almarhumah bernama Ipat asal Arab Saudi sering memperlakukan hal-hal yang tidak wajar. Mulai dari pemukulan, pelemparan, dan penendangan hingga menimbulkan patah tulang pada bagian kaki almarhumah dan tidak ada pihak yang peduli,” katanya.

Informasi itu, kata dia, diperoleh dari teman seprofesi almarhumah bernama Warni bahwa ibunya kerap diperlakukan dengan tidak wajar oleh ibu majikan selama bekerja sejak Januari 2009. Evi menambahkan, pada komunikasi terakhirnya bersama almarhumah pada Desember 2010, pihak keluarga sudah meminta almarhumah untuk segera pulang ke Indonesia. Sebab, bekerja di Arab Saudi banyak terjadi pelanggaran penganiayaan terhadap Tenaga Kerja Indonesia. “Bila hal ini dipertimbangkan hakim dan mendapat bantuan pemerintah seharusnya tidak perlu ada vonis itu,” katanya.

Namun demikian, pihak keluarga meminta kepada Kementerian Luar Negeri, Migran Ketenagakerjaan serta Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) untuk memproses kepulangan almarhumah ke Tanah Air agar dimakamkan di Kampung Ceger, Desa Suka Darma, Kecamatan Sukatani. “Kami harap mereka juga memberikan kekurangan gaji yang belum dibayarkan selama tujuh bulan,” kata Evi.

Almarhumah Ruyati binti Satubi berangkat melalui penyalur tenaga kerja PT Dasa Graha Utama yang berlokasi di wilayah Pondok Gede, Kota Bekasi.

Sementara itu, pengiriman TKI itu langsung dari PT Dasa Graha Utama yang berada di Gambir, Jakarta Pusat. Untuk ketiga kalinya, Ruyati menjadi seorang TKI untuk memenuhi kebutuhan keluarganya setelah bercerai. (Ant/OL-2)

Ruyati dipancung, Pemerintah Kejar Asuransi dan PJTKI
Penulis : Donny Andhika
Minggu, 19 Juni 2011 13:05 WIB

AKARTA–MICOM: Ruyati binti Sabotti dihukum pancung setelah membunuh majikan perempuan di Arab Saudi. Pemerintah kini tengah melacak Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) yang memberangkatkan Ruyati dan mengurus asuransinya.

“Kita baru tahu alamat keluarga (Ruyati) dan PJTKI-nya. saat ini kita sedang kejar Asuransinya. Semoga saja tidak mati. Tapi kita tetap usahakan terus,” kata juru bicara dan staf khusus, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Muhaimin Iskandar, Dita indah Sari saat dihubungi mediaindonesia.com, Minggu (19/6).

Dita juga mengatakan jika persoalan dalam TKW seringkali terjadi karena ketidak siapan tenaga kerja itu sendiri.

“Kita cuma menghimbau agar TKI jangan memaksakan diri untuk berangkat. Apalagi kalau belum siap fisik dan mental. Enggak sepadan apa yang didapatkan dengan hukumannya kalau terjadi sesuatu,” ujarnya. Pihak Menakertrans sendiri saat ini sedang mencari tahu mengenai asuransi yang dimiliki Ruyati.

Ruyati sendiri dihukum pancung pada Sabtu (18/6) kemarin di Arab Saudi. Ruyati yang merupakan warga kampung Ceger, Sukatani, Kabupaten Bekasi, diberangkatkan oleh PJTKI yang berbasis di Jakarta yaitu PT Dasa Graha Utama. (*/X-12)

Ruyati Dihukum Pancung
Jumhur Minta Jangan Dikaitkan dengan Pidato SBY
Minggu, 19 Juni 2011 13:41 WIB

JAKARTA–MICOM: Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Jumhur Hidayat minta masyarakat tidak mengaitkan antara peristiwa hukuman pancung terhadap Ruyati dengan pidato Presiden di Jenewa, Swiss.

“Kami meminta kepada masyarakat jangan mengaitkan peristiwa tersebut dengan pidato SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) di ILO (International Labour Organization),” kata Kepala BNP2TKI M Jumhur Hidayat melalui pesan singkat di Jakarta, Minggu (19/6).

Dalam Konferensi Organisasi Buruh se-Dunia (ILO) di Jenewa, Presiden mengatakan perlunya perlindungan hak pekerja migran di sektor domestik atau rumah tangga. Menurutnya, dalam masalah ketenagakerjaan, perbaikan-perbaikan terus dilakukan termasuk di Arab Saudi yang telah menandatangani joint statement (semacam letter of intent) termasuk MoU yang akan ditandatangani pada tahun ini.

“Peristiwa hukuman bagi Ruyati adalah lebih pada peristiwa pidana dibanding peristiwa perselisihan perburuhan,” katanya.

Jumhur juga menyatakan prihatin mendalam terhadap peristiwa tersebut. “Kami sangat prihatin dan menyesalkan pelaksanaan hukuman mati tersebut,” katanya.

Menurutnya, eksekusi mati tersebut telah dilaksanakan di Provinsi Makkah pada Sabtu (18/6) siang waktu setempat. (Ant/OL-01)

Ini Kisah Ruyati Sebelum Dipedang
Minggu, 19 Juni 2011 14:15 WIB

JAKARTA–MICOM: Ruyati binti Satubi berusia 54 Tahun telah dihukum pancung di Arab Saudi, Sabtu (18/6). Kepergian selamanya hanya meninggalkan duka bagi keluarga Ruyati. Berikut kisah sebelum menemui ajal diujung pedang.

Menurut Informasi kronologi dari Migrant Care, Ruyati binti Satubi berusia 54 Tahun, beralamat di Bekasi. Almarhum diberangkatkan melalui PT Dasa Graha Utama sejak September 2008. Keberangkatan Ruyati ke Saudi Arabia merupakan yang ketiga kalinya, sebelum di eksekusi mati oleh pemerintah Saudi Arabia.

Sebelumnya, pihak keluarga telah melarang keberangkatan Ruyati kembali, namun pihak Perusahaan yang memberangkatkan Ruyati terus merayu dengan dalih kebutuhan dimasa tua agar tidak menyusahkan anak-anak.

Pihak keluarga sangat yakin bahwa Ruyati akan gagal berangkat, namun pihak PT mengganti data usianya Sembilan tahun lebih muda dari aslinya yaitu 7-7-1957 menjadi 12-7-1968, selain itu Ruyati juga dinyatakan sehat.

Sebulan di penampungan sebelum kebarangkatan ke Arab Saudi, pihak keluarga sering menjenguk Ruyati sebanyak 3 kali, Pada hari keberangkatan pun Ruyati masih berkomunikasi dengan keluarga. Setelah tiga hari di majikan, Ruyati mengabarkan kalu dirinya sudah sampai di rumah majikan, namun majikannya tidak sesuai dengan Perjanjian Kerja (PK).

Selama bekerja beliau tidak pernah mengeluh, bahkan setiap dua bulan menghubungi pihak keluarga serta mengirimkan uang. Namun, uang yang dikirimkan ke keluarga hanya 2 kali dari sembilan bulan gaji, tujuh bulan gaji belum dibayarkan majikannya.

Sebelum majikan perempuannya meninggal, Ruyati sempat menghubungi pihak keluarga, kalau ia baru pulang dari Rumah Sakit karena telapak kakinya remuk dan dipasang fen. Setelah kejadian itu keluarga dikejutkan dengan berita Ruyati menjadi tersangka, penyebab majikannya meninggal. Usai informasi tersebut, Warni yang bekerja satu majikan menginformasikan bahwa majikan Ruyati sangat jahat.

Di bulan Ramadhan, Ruyati tidak diberi kesempatan untuk berbuka puasa, hingga warni memberi satu korma dan segelas air putih pun dihalanginya. Namun Ruyati tidak pernah mengeluh dan memberitahukan kepada keluarga.(*/X-12)

Ruyati Dipancung, Darsem Menunggu Pemerintah
Penulis : Donny Andhika
Minggu, 19 Juni 2011 16:00 WIB

JAKARTA–MICOM: Pemerintah tidak memiliki alasan untuk tidak melakukan pembelaan terhadap TKI yang dalam proses hukum di negara tempat ia bekerja. Tidak hanya Ruyati yang telah dihukum pancung di Arab Saudi, Darsem juga menunggu bantuan dari pemerintah.

Sebelumnya, Sabtu kemarin (18/6), seorang TKW bernama Ruyati Binti Saboti (54) asal Bekasi, Jawa Barat dihukum pancung di Arab Saudi. Ruyati, dinyatakan terbukti bersalah dalam kasus pembunuhan terhadap majikan perempuan, Khoiriyah.

“SBY baru saja pidato di ILO tentang buruh migran. Ini sekarang bela satu PRT saja tidak bisa,” ujar Direktur Migrant Care, Anis Hidayah saat dihubungi Mediaindonesia.com, Minggu (19/6).

Menurutnya, situasi yang terjadi justru berbanding terbalik. Dieksekusinya Ruyati juga melukai dan mempermalukan banyak pihak.

Anis juga tidak memungkiri, jika kasus semacam ini sering terjadi pada para pahlawan devisa negara.

“Sebenarnya banyak kasus yang terjadi seperti ini karena situasi kerja yang tidak layak,” katanya.

Menurut Anis, berdasarkan keterangan anak Ruyati, TKW asal Bekasi ini sering kali menerima ancaman upaya kekerasan dari majikannya. Anis juga mengungkap jika kontrak kerja Ruyati sebenarnya tidak sesuai. “Kontrak kerjanya juga enggak sesuai. Dalam kontrak kerja, dia bekerja dengan majikan yang lain. Kok malah sama yang ini,” ujar Anis.

Ia juga menyesalkan bahwa kejadian ini luput dari perhatian dan kurangnya informasi yang disampaikan pihak KBRI kepada pemerintah.

“KBRI harus jujur. Kapan mereka memberitahukan (kasus Ruyati) ke pemerintah Indonesia. Apakah sudah diinformasikan? Jangan-jangan cuma ABS (asal bapak senang),” katanya.

Menurutnya, jika memang benar kBRI melakukan pendampingan atas proses hukum yang dijalani Ruyati, semestinya pihak keluarga mengetahuinya. “Yang diketahui kita dan keluarga baru proses hukum. Kok tahu-tahunya ada eksekusi,” kata Anis.

Jika saja hal ini diketahui, menurut Anis, bukannya tidak mungkin pemerintah, bahkan kepala negara melakukan lobi. Seperti yang dilakukan mantan Presiden Abdurahman Wahid (Gus Dur) saat seorang TKW bernama Siti Zaenab dulu.

“Tidak ada alibi untuk pemerintah tidak melakukan pembelaan,” katanya.

Untuk sekedar mengingatkan, kasus serupa juga akan dialami Darsem, TKW asal Subang, Jawa Barat, jika pemerintah tidak membayar denda dalam beberapa hari ke depan. Darsem sebelumnya dijatuhi hukuman yang sama dengan Ruyati. Namun, pihak keluarga memaafkan, dengan catatan Darsem membayar ganti rugi. (*/X-12)

Hentikan Pengiriman TKI ke Arab Saudi
Penulis : Daniel Wesly Rudolf
Minggu, 19 Juni 2011 16:58 WIB

JAKARTA–MICOM: Pemerintah Indonesia harus bersikap tegas terhadap pemerintah Arab Saudi terkait pemancungan Ruyati, dengan cara menghentikan sementara pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) ke negara itu.

Demikian dikatakan pengamat hukum internasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Hikmahanto Juwana, Minggu (19/6). Oleh karena itu, ia menyesalkan sikap pemerintah yang hanya akan memanggil Duta Besar Arab Saudi .

“Bila pemerintah memiliki komitmen yang tinggi terhadap perlindungan para TKI di Arab Saudi, tidak bisa sekadar meminta maaf dan memanggil Dubes Arab Saudi. Ketegasan pemerintah dapat diwujudkan dengan melakukan penghentian pengiriman TKI ke Arab Saudi,” kata Hikmahanto melalui siaran tertulisnya.

Menurutnya, pemerintah juga dapat melakukan tindakan diplomatik untuk memperlihatkan ketidaksenangan Indonesia atas perlakuan terhadap warganya. Tindakan diplomatik dapat berupa pemanggilan pulang Dubes Indonesia di Arab Saudi, atau memperkecil dan mengurangi jumlah personel di perwakilan Indonesia di Arab Saudi, meski tidak harus memutuskan hubungan diplomatik.

“Ini dilakukan selain untuk memperlihatkan ketidaksenangan kita atas tidak diberitahukannya hari eksekusi Ruyati, juga untuk mendapatkan alasan atas tidak ada pemberitahuan. Di samping itu, tujuannya adalah agar Arab Saudi pada masa mendatang tidak melakukan tindakan yang sama,” tukasnya.

Menurut Hikmahanto, ketegasan juga perlu dilakukan agar pemerintah Arab Saudi lebih sensitif terhadap nasib para TKI di negeri tersebut yang kerap menderita karena perlakuan kasar dan kekerasan. Sebab, masalah itu pula yang membuat para TKI bertindak seperti yang dituduhkan kepada Ruyati, yaitu pembunuhan terhadap majikan.

Apalagi, ujarnya, bila otoritas Arab Saudi tidak serius dalam melakukan proses hukum, bahkan cenderung melindungi warganya yang melakukan kekejaman terhadap para TKI

“Ketegasan pemerintah Indonesia sudah waktunya diperlihatkan, mengingat karena peristiwa ini terus berulang,” katanya. (*/OL-01)

negara abai lindungi hak warga negara…
presiden lebih responsif dengan sms gelap daripada dipancungnya ruyati…

Eksekusi Pancung Ruyati
TKI, Penopang Devisa yang Tetap Terabaikan
Penulis : Donny Andhika AM
Minggu, 19 Juni 2011 23:40 WIB

JAKARTA–MICOM: Tenaga kerja Indonesia (TKI) telah menunjukkan peran dalam menyumbangkan devisa terhadap negara. Tetapi, nasib mereka ketika kesulitan di negeri orang seperti diabaikan negara. Itu pula yang menimpa Ruyati yang harus menjalani hukuman mati (pancung) di Arab Saudi, Sabtu (18/6) lalu.

Padahal, menurut ekonom Universitas Padjajaran (Unpad) Prof Ina Primiana, Minggu (19/6), pengiriman uang oleh TKI (remitansi) telah memperkuat Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) dan menopang cadangan devisa .

Berdasar data BI, jumlah uang yang dikirim oleh TKI dari luar negeri ke Indonesia (remitansi) hingga September 2010 sudah menembus angka USD 5,03 miliar (sekitar Rp 45,27 triliun)setahun naik 2,44 persen dibandingkan dengan periode sama 2009 yang sebesar US$4,91 miliar.

“TKW yang ingin bekerja di luar negeri dikarenakan kondisi ekonomi yang memaksa mereka untuk melakukan itu, dilain pihak pemerintah seolah tutup mata dan tutup kuping,” ujar Ina saat dihubungi mediaindonesia.com. (*/OL-2)

Derita TKI selama puluhan tahun….

2 Tanggapan so far »

  1. 1

    Ide bagus. buat index tentang TKI yang pernah dihukum

  2. 2

    Kabar said,

    Tingkah laku anggota Dewan acapkali membuat rakyat prihatin. Mereka bukannya berjuang gigih untuk nasib dan kesejahteraan rakyatnya, malah hanya memperhatikan diri pribadi dan kelompoknya.


Comment RSS · TrackBack URI

Tinggalkan Balasan ke Kabar Batalkan balasan